Langsung ke konten utama

BAROKAH BISA DIRASA TIDAK BISA DIRABA


BAROKAH berasal dari bahasa Arab baaroka :

بارك يبارك مباركا ومباركتا

yang secara bahasa/etimologi berarti semakin bertambahnya kebaikan atau manfa’at (ziyadatu al-khoiri awi al-naf’i). Menurut kamus al-Muhith, barokah berawal dari arti kata bergerak, tumbuh; berkembang; dan bahagia. Dari sini, para ulama kemudian mendefinisikan barokah sebagai “bertambahnya manfa’at dan kebaikan dalam setiap hal yang kita lakukan waktu demi waktu”. Ada juga yang mengartikan barokah sebagai kebaikan belimpah yang diberikan oleh Allah kepada siapa saja
yang dikehendakinya. Barokah juga dapat diartikan sebagai kepeka’an untuk selalu bersikap baik dan benar.

Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyah, barokah adalah semakin dekatnya kita kepada Allah. Pengertian ini amat dipegang teguh oleh ulama terutama di Indonesia. Jika ada seseorang berkata “Semoga Allah memberkatimu” maka yang dimaksud adalah semoga Allah selalu mendatangkan kebaikan dan manfa’at bagianda sehingga anda semakin dekat kepadaNya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), barokah atau berkah diartikan sebaagai : “Karunia Tuhan yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan manusia, atau doa restu dan pengaruh baik yang mendatangkan selamat serta bahagia dari orang yang dihormati atau dianggap suci (keramat), seperti berbakti kepada guru, orang tua, atau pemuka agama”.

Sedangkan dalam kitab Riyadlus Shalihin dijelaskan, bahwa barokah adalah : “Sesuatu yang dapat menambah kebaikan kepada sesama, ziyadat al-khair ‘ala al-ghair.” Pengertian ini sangat umum dan fleksibel, tergantung penafsiran kita dan konteks yang dihadapi. Bila dikaitkan dengan ilmu dan guru, maka yang dimaksud adalah bertambahnya ilmu disertai doa restu guru dan pengaruh baik serta kebahagia’an yang datang setelah kita belajar. Jika dikaitkan dengan harta, maka yang dimaksud ialah harta yang menyebabakan seseorang yang mempergunakanya memperoleh ketenangan dan ketentraman jiwa, sehingga mampu mendorong berbuat kebaikan kepada sesama.

Sedangkan menurut Prof. Shobah Ali Al-Bayati seorang cendekiawan Muslim Irak, mengartikan barokah sebagai “energi positif” yang luar biasa dahsyatnya, yang terpancar ketika seseorang berhubungan dengan sesuatu, tentunya atas izin Allah SWT. Wujud dari Barokah

Habib Lutfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya memiliki tamsil yang cukup menarik tentang barokah. Menurut beliau, barokah itu seperti garam. Garam adalah bumbu masakyang pengguna’anya hanya sedikit diantara bumbu-bumbu yang lain. Meski sedikit, bumbu tersebut sangat bermanfa’at dan sangat dibutuhkan. Sebab, masakan tanpa garam rasanya pasti hambar. Begitupun hidup kita, akan terasa hambar tanpa unsur-unsur barokah. Artinya, sesuatu yang barokah ialah segala hal yang membuahkan kebaikan dan manfa’at bagi diri kita, agama kita, dan seterusnya. Semakin bertambahnya kebaikan dan manfa’at bias berbentuk ibadah yang semakin rajin, bergunanya ilmu yang dimiliki, datangnya rizki yang halal, bertambahnya kesabaran, semakin baiknya perilaku dan ucapan, semakin kuatnya iman dan Islam, dan segala bentuk kebaikan dan manfa’at yang tak terhitunh jumlahnya. Mnafa’at dari barokah memang tidak bisa dirasakan seketika dan secara kasat mata. Ia bisa dirasa tapi tidak bisa diraba.

Ketenangan, kedamaian, ketentraman, ketabahan, ketegaran, dan keberhasilan hidup adalh sesuatu yang selalu menyertai hidup yang berbarokah. Tapi perlu dicatat, kehidupan yang disetai barokah bukan berarti tanpa masakah. Problematika hidup pasti selalu ada menyertai kehidupan manusia. Banyaknya masalah bukan berarti hidup tak barokah. Coba liat bagaimana kehidupan Rasulullah dan para sahabat. Masalah-masalah yang mereka hadapi tidaklah kalah banyak, atau bahkan jauh labuh banyak dan jauh lebuh berat, dari pada yang kita hadapi sekarang. Namun mereka bias menghadapinya secara dewasa, tegar, sabar, tenang, dan tawakkal. Semua ujian dan coba’an dijadikan sarana pembelajarasn mental agar tumbuh lebih matangdan lebih dewasa. Buktinya, setelah ujian itu berlalu, Nabi dan para sahabat bias hidup sukses dunia akhirat, sehingga manfa’at perjuangan mereka dapat kita rasakan hingga sa’at ini. Itulah hidup yang berbarokah.

Kepercaya’an akan adanya unsur barokah alam setiap hal, akan mendorong seseorang untuk selalu berbuat dan berperilaku baik, meskipun tampaknya tidak menguntungkan secara materiil. Keyakinan itu juga akan menjadikanya menghindar dari perbuatan jahat, meskipun perbuatan itu secara lahir menguntungkan. Sikap inilah yang dipraktehhan Rasulullah, para sahabat, dan para tabi’in di masa awal Islam. Jadi, barokah berfungsi memberi “ruh” atau esensi pada semua perbuatan manusia. Karna itu, ada dan tidaknya barokah sangat tergantug pada benar dan tidaknya perilaku kita.Semakin baik perilaku kita, berarti semakin banyak barokah didalamnya. Begitu juga sebaliknya. Intinya, barokah menentukan keberhasilan yang hakiki dari sebuah pekerja’an, bauk terjadi seketika atau dalam waktu yang lama. Inilah kadang yang sering disalah mengerti oleh kalangan rasionalis, yang selalu mengukur segala sesuatu dengan materi atau hal-hal yang bersifat fisik saja. Padahal dalam kehidupan ini, banyak hal yang bersidat non fisik yang sebenarnya menjadi esensi dari segala sesuatu. Itulkah yang disebut nilai. Nilai, arti, manfa’at, atau makna, adalah sesuatu yang bersiafat abstrak.

Nilai-nilai yang abstrak itulah yang disebut barokah. Kebaikan, kejujuran, kemnfa’atan, keta’atan bahkan pahala, adalah buah dari barokah. Semakin barokah kehidupan seseorang semakin baik pula perilkunya, semkain jujur ucapanya, semakin bermanfa’at perbuatanya, semakin ta’at kehidupan sepiritualitasnya, semakin besar pahala yang diperolehnya, sehiongga semakin mendekatkan dirinya kepada Allah SWT. Inilah fungsi utama barokah, sebagamana dimaksudkan oluh Ibnu Qayim al-Jauziyah. Kesimpulan Barokah meliputi semua spektrum kehidupan manusia. Ia adlah karunia yang abstrak, dapat dirasa tapi tidak dapat diraba. Ia adalah pertumbuhan dan peningkatan kualitratif yang tidak bias dikalkulasi dengan hitungan matematis, apalgi diukur dengan materi (uang, kekaya’an, jabatan, dll.). Barokah juga dapat diperoleh kapn dan dimana saja. Segala sesuatu dilangit dan di bumi yang mengandung hikmah dan kebaikan pasti berbarokah. Seluruh jagat raya adalah ayat-ayat Allah yang penuh dengan berkah. Tergantung manusia bagaimana memanfa’atkanya.

*www.habiblutfiyahya.net

Komentar

Popular Posts

Tangisan Rasulullah SAW Ingat Umatnya di Akhir Zaman

Dalam sebuah riwayat dikisahkan, ketika itu baginda Rasullah  sedang berkumpul duduk bersama sahabat-sahabatnya, diantara para sahabat ada Abu Bakar, Umar, Usman, Ali dan lainnya. Lalu kemudian Rasul bertanya kepada para sahabat, “Wahai sahabatku! Tahukah kalian siapakah hamba Allah yang paling mulia disisi Allah?” Para sahabat pun terdiam. Lalu ada salah seorang sahabat berkata, “Para malaikat ya Rasulullah!” Kemudian Nabi bekata, “Ya, para malaikat itu mulia, mereka dekat dengan Allah mereka senantiasa bertasbih, berzikir, beribadah kepada Allah, tentulah mereka mulia. Namun bukan itu yang Aku maksud.”  Lalu para sahabat kembali terdiam. Kemudian salah seorang sahabat kembali menjawab, “Ya Rasulullah, tentulah para Nabi, mereka itu yang paling mulia.” Nabi Muhammad tersenyum, Baginda Nabi berkata, “Ya, para nabi itu mulia, mereka itu adalah utusan Allah di muka bumi ini, mana mungkin mereka tidak mulia, tentulah mereka mulia, akan tetapi ada lagi ya

Pengertian Dekat Kepada Allah

Kita sudah maklum bahwa Allah s.w.t. adalah dekat dengan kita. Tetapi hamba-hamba Allah yang shaleh merasakan bahwa mereka dekat dengan Allah SWT. Bagaimana pengertian hal keadaan ini, tentu saja kita ingin mempelajarinya. Maka dalam hal ini yang mulia Maulana Ibnu Athaillah Askandary telah mengungkapkannya dalam Kalam Hikmah beliau sebagai berikut: "Dekat anda kepada-Nya ialah bahwa anda melihat dekatNya. Jika tidak (demikian), maka di manakah anda dan di manakah wujud dekat-Nya? Kalam Hikmah ini sepintas lalu agak sulit difahami dan dimengerti, karena itu marilah kita jelaskan sebagai berikut: A. Pengertian "dekat Allah SWT dengan kita" ialah dekat pada ilmu, pada kekuasaan (qudrat) dan pada kehendak (iradah). DekatNya Allah dengan kita pada 'Ilmu', artinya segala sesuatu apa pun yang terdapat pada kita dan yang terjadi pada kita, lahir dan bathin, semuanya diketahui oleh Allah SWT dengan IlmuNya sejak azali, artinya sejak alam mayapada ini be

DIALOG IBNU ATHA'ILLAH AL ASKANDARI DGN IBNU TAYMIYYAH

Dialog Ibn 'Atha'illah Al Sakandari (w.709 H) dengan Ibn Taymiyah (w. 728 H). Diterjemahkan dari On Tasawuf Ibn 'Atha’illah Al-Sakandari: “The Debate with Ibn Taymiyah". Ditranslasi dari buku karya Syaikh Muhammad Hisyam Kabbani’s The repudiation of “Salafi” Innovations (Kazi, 1996). ۞ بِسْــمِـ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِــيْمِـ ۞ Abu Fadl Ibn 'Atha'illah Al Sakandari (wafat 709), salah seorang imam sufi terkemuka yang juga dikenal sebagai seorang muhaddits, muballigh sekaligus ahli fiqih Maliki, adalah penulsi karya-karya berikut: Al Hikam,