Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2014

Al-Hikam: Antara Cahaya dan Wacana

”Siapapun yang mengungkapkan hamparan kebajikan dari dirinya, maka rasa buruk pada dirinya di hadapan Tuhannya akan membungkamnya. Dan siapa yang mengungkapkan hamparan kebajikan Allah SWT kepadanya, maka keburukan yang dilakukan tidak membuatnya terbungkam.” Maksudnya, siapa yang memasuki hadirat Allah SWT, lalu masih memandang dirinya sendiri, ketika akan mengungkapkan apa yang berlaku padanya pada khalayak, berupa karomah-karomah dan yang lainnya, maka akan muncul panggilan dari alam hakikat: ”Hai! Anda menyebutkan sejumlah karomah-karomah? Sedangkan anda tidak menyebutkan kehinaan anda?” Lalu orang ini akan berhenti, bahkan ia lari dari alam yang ia pandang, berganti gelisah dan tercekam, berganti dengan ketersembunyian yang senyap, menutup diri, dan inilah kondisi yang dialami oleh kaum yang berada di maqom zuhud, maqom ahli ibadah dan ahli wirid. Karena ia belum meraih kema’rifatan yang hakiki, sehingga masih muncul keakuan dan ego. Sedangkan orang yang meman

Al-Hikam: Interaksi Ubudiyah Dan Rububiyah

Syeikh Ibnu ‘Athaillah As-Sakandary : ”Bila anda ingin dilimpahi anugerah-anugerah, maka benarkanlah kefakiranmu dan rasa butuhmu di hadapanNya." ”Sesungguhnya sedekah-sedekah  itu hanya bagi orang-orang yang fakir.” (At-Taubah 60). Apa yang dimaksud dengan meluruskan dan membenarkan kefakiran dan rasa butuh itu? Maknanya adalah menguatkan keduanya dalam dirimu, hingga sampai pada tingkat rasa yang kuat dalam seluruh waktu dan keadaan. Jika belum bisa, anda harus meyakini bahwa dua sifat tersebut akan selalu ada dalam eksistensi anda, karena secara esensial sifat fakir dan butuh itu selalu ada padamu. Menurut Syeikh Zarruq hal ini harus diwujudkan dengan: Megukur bahwa diri anda sesungguhnya tiada. Mewujudkan hal itu secara rinci dalam kondisi anda. Bahwa dalam gerak atau diam, tetap saja ketiadaan anda menjadi bukti. Selebihnya siapa yang benar kefakirannya maka ia berhak mendepatkan sedekah dari Allah Azza wa-Jalla berupa anugerah-anugerahNya.

Manfaat Silaturahim

Silaturahim merupakan salah satu kewajiban bagi setiap pribadi Muslim. Dalam Alquran, Allah menegaskan, “Dan bertakwalah kepada Allah yang kalian saling meminta dengan nama-Nya dan sambunglah tali silaturahim.’ (QS. An-Nisa [4]:1). “Sebarkanlah salam, sambunglah tali silaturahim, dan shalatlah ketika manusia tidur (tahajud) niscaya kalian akan masuk surga dengan selamat.” Dalam hadis lain, Rasulullah SAW bersabda, “Tidak akan masuk surga pemutus tali silaturahim.” Dalil-dalil di atas menunjukkan arti penting akan kewajiban silaturahim. Sebab, di dalamnya terdapat banyak keutamaan dan keistimewaan. Di antaranya, 1. Dengan silaturahim, kita bisa saling mengenal antara yang satu dan yang lainnya (QS Al-Hujurat [49]: 13). Dengan silaturahim, kasih sayang dan kerja sama yang positif bisa diwujudkan. 2. Dengan silaturahim, persatuan dan kesatuan (ukhuwah Islamiah) akan dapat dibangun. Dengan silaturahim, akan timbul rasa saling membutuhkan, solidaritas, dialog, pengertian,