Langsung ke konten utama

MUHASABAH DIRI

 Seorang "Penempuh" (Salik) Dalam Badai

Mari kita yakini bahwa ada jenis musibah yang sebenar-benarnya ujian. Dan mari kita yakini ujian yang hampir tanpa jeda ini pasti sebuah pesan tetapi tak mudah menangkap apa maknanya. Di hadapan pesan ini kita butuh jeda untuk memahaminya. Kita butuh berefleksi dan MUHASABAH dalam tingkat yang sederhana. Refleksi semacam inilah yang menolong Muhammad putera ‘Abdullah ketika mengalami tahun duka cita atau Ibrahim sebelum akhirnya mendapat gelar khalilullah.


Refleksi ruhani itu membimbing setiap salik dalam kesertaannya bersama Allah untuk; teliti membaca gejala; untuk diam tetapi bukan pasif; untuk aktif tetapi tidak gaduh; untuk tenang tetapi tetap waspada.

Di Dunia Ruhani, hari-hari ini rasanya ketenangan itu telah terusik jika tidak boleh dikatakan menjadi sesuatu yang tak dimiliki lagi oleh sebagian salik. Mereka diserang wabah budaya; gugup dalam kekayaan tetapi dengan kemiskinan masih begitu jelas diwilayah rohaninya; antri memadati shaf-shaf untuk memuaskan hasrat konsumsi tanpa ada kemampuan mengaudit diri. Itulah mereka, salik yang tak ada bedanya dengan para pemburu dunia pada umumnya.

Lihatlah kumpulan orang diluar Dunia Ruhani sana. Mereka tengah digiring untuk menghabiskan waktu ditelevisi, untuk berhalusinasi tentang sebuah gaya hidup dan mimpi. Memanjangkan angan-angan adalah da’wah yang digaungkan oleh kapitalisme global dengan budaya menghibur diri sebagai alatnya.

Kita, para penempuh jalan ruhani terutama, tengah dihasut untuk menjadi ngepop dan kematangan spiritualitas kita sedang dihambat. Kegaduhan semacam ini sungguh akan menghilangkan kemampuan kita untuk berhenti sejenak membangun jeda untuk kemudian melakukan refleksi dan MUHASABAH  diri.

Aneka ujian ini mulai jelas kemana arahnya. Ia meminta kita untuk kembali meletakkan “ batu pondasi balaa syahidnaa ” saat kita masih berada di alam alastu sana.    

Ketika para sahabat Rasulullah seperti Utsman bin ‘Affan, Amr bin ‘Ash, Zubair bin ‘Awwam dan Abdur Rahman bin ‘Auf wafat mereka meninggalkan kekayaan yang cukup fantastis. Akan tetapi kekayaan yang mereka miliki hasil dari sebuah ujian kemiskinan yang panjang dan bertubi-tubi.

Kemiskinan panjang dan bertubi itu yang gilirannya memberi mereka terang dan kesucian hati. Hingga pada akhirnya mereka dapat bersabar ketika harta itu lepas dan bersyukur ketika harta telah didapat. Dunia ada ditangan mereka tapi tidak dikalbu mereka. Sampai-sampai Allah berkepentingan mencatat mereka dalam al-Quran Surat An-Nur (24) ayat 36 sebagai sosok yang tidak dilalaikan oleh penjagaan dan jual beli dari mengingat Allah, mereka menegakkan shalat, dan menunaikan zakat.

Mari kita yakini bahwa ujian yang bertubi-tubi yang tengah kita hadapi ini benar-benar menjadi ujian yang harus kita lalui. Inilah yang indah dari ujian. Ia berat untuk dilalui, tetapi hanya dengan lulus ujian, seorang salik akan menemukan kegembiraan bersama-Nya. Mari kita bulatkan tekad untuk terus menselaraskan hati kepada-Nya dalam menghadapi ujian ini.

*Sumber Sufi Underground

Komentar

Popular Posts

Tangisan Rasulullah SAW Ingat Umatnya di Akhir Zaman

Dalam sebuah riwayat dikisahkan, ketika itu baginda Rasullah  sedang berkumpul duduk bersama sahabat-sahabatnya, diantara para sahabat ada Abu Bakar, Umar, Usman, Ali dan lainnya. Lalu kemudian Rasul bertanya kepada para sahabat, “Wahai sahabatku! Tahukah kalian siapakah hamba Allah yang paling mulia disisi Allah?” Para sahabat pun terdiam. Lalu ada salah seorang sahabat berkata, “Para malaikat ya Rasulullah!” Kemudian Nabi bekata, “Ya, para malaikat itu mulia, mereka dekat dengan Allah mereka senantiasa bertasbih, berzikir, beribadah kepada Allah, tentulah mereka mulia. Namun bukan itu yang Aku maksud.”  Lalu para sahabat kembali terdiam. Kemudian salah seorang sahabat kembali menjawab, “Ya Rasulullah, tentulah para Nabi, mereka itu yang paling mulia.” Nabi Muhammad tersenyum, Baginda Nabi berkata, “Ya, para nabi itu mulia, mereka itu adalah utusan Allah di muka bumi ini, mana mungkin mereka tidak mulia, tentulah mereka mulia, akan tetapi ad...

Pengertian Dekat Kepada Allah

Kita sudah maklum bahwa Allah s.w.t. adalah dekat dengan kita. Tetapi hamba-hamba Allah yang shaleh merasakan bahwa mereka dekat dengan Allah SWT. Bagaimana pengertian hal keadaan ini, tentu saja kita ingin mempelajarinya. Maka dalam hal ini yang mulia Maulana Ibnu Athaillah Askandary telah mengungkapkannya dalam Kalam Hikmah beliau sebagai berikut: "Dekat anda kepada-Nya ialah bahwa anda melihat dekatNya. Jika tidak (demikian), maka di manakah anda dan di manakah wujud dekat-Nya? Kalam Hikmah ini sepintas lalu agak sulit difahami dan dimengerti, karena itu marilah kita jelaskan sebagai berikut: A. Pengertian "dekat Allah SWT dengan kita" ialah dekat pada ilmu, pada kekuasaan (qudrat) dan pada kehendak (iradah). DekatNya Allah dengan kita pada 'Ilmu', artinya segala sesuatu apa pun yang terdapat pada kita dan yang terjadi pada kita, lahir dan bathin, semuanya diketahui oleh Allah SWT dengan IlmuNya sejak azali, artinya sejak alam mayapada ini be...

RAHASIA DIBALIK USIA 40 (Menyingkap Rahasia Nubuwwah Rasulullah SAW)

Rahasia umur Muhammad saat nubuwah, mulai tersingkap sedikit demi sedikit. Mengapa Nabi Muhammad SAW. mengemban misi kenabian saat beliau berusia 40 tahun? Dan bukannya usia 30 atau 35, puncak kehebatan [fisik] manusia? Mengapa harus 40 tahun? saat fisik sudah berada di jalur turun, ibarat naik roll coster, 0-39 th adalah ketika kereta merambat naik, lalu di usia 40 lah si kereta roll coster mencapai puncak rel dan kemudian meroket turun.