“Kalau
bukan karena indahnya tutupnya Allah Swt, maka tak satu pun amal
diterima.”Kenapa demikian? Sebab nafsu manusia senantiasa kontra dengan
kebajikan, oleh sebab itu jika mempekerjakan nafsu, haruslah dikekang
dari sifat atau karakter aslinya. Dalam firmanNya: “Siapa yang yang
menjaga nafsunya, maka mereka itulah orang-orang yang menang dan
bahagia.”(Al-Hasyr 9)
Oleh sebab itu Ibnu Athaillah melanjutkan: “Anda lebih butuh belas kasihan Allah Swt, ketika anda sedang melakukian taat, dibanding rasa butuh belas kasih-Nya ketika anda melakukan maksiat.”
Rasulullah saw, bersabda:
Diantara nafsu dibalik taat yang menimbulkan dosa dan hijab antara lain :
1. Mengandalkan amal ibadahnya, lupa kepada Sang Pencipta amal.
2. Bangga atas prestasi amalnya, lupa bahwa yang menggerakkan amal itu bukan dirinya, tetapi Allah swt. 3. Selalu mengungkit ganti rugi, dan banyak tuntutan dibalik amalnya.
4. Mencari keistemewaan amal, hikmah dibalik amal, lupa pada tujuan amalnya.
5. Merasa lebih baik dan lebih hebat dibanding orang yang belum melakukan amaliyah seperti dirinya.
6. Seseorang akan kehilangan kehambaannya, karena merasa paling banyak amalnya.
7. Iblis La’natullah terjebak dalam tipudayanya sendiri, karena merasa paling hebat amal ibadahnya.
8. Menjadi sombong, karena ia berbeda dengan umunya orang.
9. Yang diinginkan adalah karomah-karomah amal.
10. Ketika amalnya diotolak ia merasa amalnya diterima.
Oleh: Emelham
Nafsu,
ketika masuk dalam kinerja amaliah, sedangkan nafsu itu dasarnya adalah
cacat, maka yang terproduksi nafsu dalam beramal senantiasa cacat pula.
Kalau toh dinilai sempurna, nafsu masih terus
meminta imbal balik, dan menginginkan tujuan tertentu, sedangkan amal itu inginnya malah ikhlas. Jadi seandainya sebuah amal diterima semata-mata bukan karena amal ansikh, tetapi karena karunia Allah Ta’ala pada hamba-Nya, bukan karena amalnya.
meminta imbal balik, dan menginginkan tujuan tertentu, sedangkan amal itu inginnya malah ikhlas. Jadi seandainya sebuah amal diterima semata-mata bukan karena amal ansikh, tetapi karena karunia Allah Ta’ala pada hamba-Nya, bukan karena amalnya.
Abu
Abdullah al-Qurasyi ra mengatakan, “Seandainya Allah menuntut ikhlas,
maka semua amal mereka sirna. Bila amal mereka sirna, rasa butuhnya
kepada Allah Ta’ala semakin bertambah, lalu mereka pun melakukan
pembebasan dari segala hal selain Allah Swt, apakah berupa kepentingan
mereka atau sesuatu yang diinginkan mereka.”
Oleh sebab itu Ibnu Athaillah melanjutkan: “Anda lebih butuh belas kasihan Allah Swt, ketika anda sedang melakukian taat, dibanding rasa butuh belas kasih-Nya ketika anda melakukan maksiat.”
Kebanyakan
manusia memohon belas kasihan kepada Allah Ta’ala justru ketika ia
menghadapi maksiat, dan merasa aman ketika bisa melakukan taat ubudiyah.
Padahal justru yang lebih dibutuhkan manusia adalah Belas Kasih Allah
ketika sedang taat. Karena ketika sedang taat, para hamba sangat rawan
“taat nafsu”, akhirnya seseorang terjebak dalam ghurur, atau tipudaya
dibalik amaliyahnya sendiri.
Rasulullah saw, bersabda:
“Allah
Ta’ala menurunkan wahyu kepada salah seorang Nabi dari para Nabi-Nya:
“Katakanlah kepada hamba-hamba Ku yang tergolong shiddiqun, jangan
sampai mereka tertimpa tipudaya. Sebab Aku, bila menegakkan keadilan-Ku
dan kepastian hukum-Ku kepada mereka, Aku akan menyiksa mereka, tanpa
sedikit pun aku menzalimi mereka. Dan katakanlah kepada hamba-Ku yang
ahli dosa, janganlah mereka berputus asa, sebab tak ada dosa besar
bagi-Ku manakala Aku mengampuninya.”
Bahkan
Abu Yazid al-bisthami ra mengatakan: “Taubat dari maksiat bisa sekali
selesai, tetapi taubat karena taat bisa seribu kali pertaubatan.”
Mengapa
kita harus lebih waspada munculnya dosa dibalik taat ? Karena nafsu
dibalik maksiat itu jelas arahnya, namun nafsu dibalik taat sangat
lembut dan tersembunyi.
Diantara nafsu dibalik taat yang menimbulkan dosa dan hijab antara lain :
1. Mengandalkan amal ibadahnya, lupa kepada Sang Pencipta amal.
2. Bangga atas prestasi amalnya, lupa bahwa yang menggerakkan amal itu bukan dirinya, tetapi Allah swt. 3. Selalu mengungkit ganti rugi, dan banyak tuntutan dibalik amalnya.
4. Mencari keistemewaan amal, hikmah dibalik amal, lupa pada tujuan amalnya.
5. Merasa lebih baik dan lebih hebat dibanding orang yang belum melakukan amaliyah seperti dirinya.
6. Seseorang akan kehilangan kehambaannya, karena merasa paling banyak amalnya.
7. Iblis La’natullah terjebak dalam tipudayanya sendiri, karena merasa paling hebat amal ibadahnya.
8. Menjadi sombong, karena ia berbeda dengan umunya orang.
9. Yang diinginkan adalah karomah-karomah amal.
10. Ketika amalnya diotolak ia merasa amalnya diterima.
Oleh: Emelham
Komentar
Posting Komentar