“Tak satupun wujud yang bisa menutupi Allah, karena sesungguhnya tidak satu pun yang menyertaiNya. Bahwa sesungguhnya anda tertutup dari Allah disebabkan oleh imajinasi (seakan-akan) ada wujud yang menyertaiNya.”
Adanya imajinasi wujud selain Allah membuat anda lebih sibuk dengan wujud semu itu, berupa dunia seisinya dengan segala masalahnya, secara tidak langsung maupun langsung, anda telah terjebak seakan-akan wujud semu itu yang mengancam dan memberi manfaat bagi kehidupan anda, sehingga anda pun terhijab dari Allah azza wa-Jalla. Padahal wujud itu hakikatnya tidak ada, yang berhak punya sifat Wujud hanyalah Allah swt.
Dalam kitab Lathaiful Minan, karya lain Ibnu Athaillah digambarkan, “ketika melihat wujud semesta ini, anda melihat adanya bayangan dengan mata kepala. Padahal bayangan itu sesungguhnya tidak ada jika ditinjau dari struktur wujud itu sendiri, tetapi juga tidak bisa disebut tidak ada, jika dilihat dari struktur ketiadaan.
Dengan demikian bayangan semesta itu tidak bisa menghapus yang empunya bayang. Karena sesuatu itu menyerupai padanannya dan terkumpul dalam bentuknya. Begitu pula yang menyaksikan sifat bayangan alam tidak bisa menghalangi Allah swt, sebagaimana bayangan pohon di siang hari tidak menghalangi lajunya kapal untuk berjalan.
Dari sinilah jelas bahwa tirai atau tutup itu bukan sebagai wujud yang menghadang antara diri anda dengan Allah Ta’ala. Apabila hijab itu memiliki sifat wujud antara diri anda dengan Allah Ta’ala, pastilah wujud tadi lebih dekat dibanding Allah Ta’ala, padahal tak satu pun yang lebih dekat padamu dibanding Allah Ta’ala. Maka hakikat hijab itu sesungguhnya kembali pada imajinasi tentang adanya hijab itu sendiri.”
Beliau melanjutkan, bahwa dengan memandang SifatNya, segala makhluk akan terliputinya:
“Apabila Sifat-sifatNya tampak, maka seluruh semesta ini akan tersirnakan. Kalaulah bukan tampakNya dibalik semesta ciptaanNya, mata hati tak pernah bisa memandangnya.”
Dapat disebutkan, tidak ada ketetapan pada makhluk dengan munculnya efek dari Allah Ta’ala.
“Sungguh mengherankan, bagaimana bisa wujud menjadi tampak dalam ketiadaan? Atau bagaimana bisa ada sesuatu yang baru bersanding dengan Dzat yang punya sifat Maha Dahulu?”, begitu disebut oleh Ibnu Athaillah pada hikmah-hikmah terdahulu.
Kalaulah bukan karena pengaruh Sifat-sifatNya yang diyakini dengan ilmu dan dikhususnya dengan IrodahNya dan dimunculkan melalui KuasaNya, maka tak ada yang tampak sama sekali, baik oleh mata kepala maupun mata hati. Yang Dzohir berarti adalah sifat-sifatNya. Bila memandang pada yang lain dari Sifat itu, akan terjebak pada imajinasi-imajinasi yang dibatasi rupa, tanpa kembali ke hakikatnya yang bisa menghapus imajinasi semu tadi.
(Syeikh Ibnu ‘Athaillah As-Sakandary)
Komentar
Posting Komentar