Imam Syafi’i berkata :
“Duka itu merupakan permulaan munculnya ihsan, dan takdir mendominasi segalanya. Yang terjadi adalah apa-apa yang tertulis di Lauhul Mahfudz. Nantikanlah kesejateraan beserta penyebab-penyebabnya. Bersikap patuhlah selama engkau masih memiliki nyawa.”
("Dywan Imam Syafi’i” yang dita’lif, Ta’liq wa Takhrij oleh Syaikh Muhammad bin Abdurrahman).
Pernyataan Imam Syafi’i tersebut sangat patut untuk direnungkan. Karena secara ilahiyah itu bersinggungan kuat dengan firman Allah :
مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَن يُؤْمِن بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. At Taghaabun 64: 11).
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa siapa saja yang ditimpa musibah kemudian dia menyadari bahwa hal itu terjadi atas qadha’ dan takdir Allah, lalu dia bersabar dan mengharapkan balasan pahala atas kesabarannya, serta menerima keputusan yang telah ditetapkan oleh Allah terhadap dirinya, maka Allah akan memberikan petunjuk ke dalam hatinya dan akan menggantikan apa yang telah hilang dari dirinya di dunia dengan petunjuk dan keyakinan di dalam hatinya. Kadangkala Allah akan mengganti sesuatu yang diambil dari hamba-Nya dengan sesuatu yang sama nilainya. Kadangkala Allah akan menggantinya dengan ganti yang lebih baik.
Menurut Ali bin Abi Thalhah, ayat tersebut memberikan penjelasan bahwa Allah akan memberi petunjuk di dalam hatinya untuk benar-benar yakin, sehingga dia mengetahui bahwa apa yang menimpanya itu tidaklah untuk menyalahkannya.
Dengan demikian maka tidak patut seorang Muslim berduka berlarut-larut dengan terus meratapi apa yang dianggapnya menyusahkan. Juga tidak pantas seorang Muslim melihat kejadian ini hanya sebagai suatu kebetulan. Karena pandangan seperti itu tidak memberi manfaat positif apa pun selain akan menambah kerasnya hati dan akal kita sendiri, sehingga sulit menerima kebenaran.
Sikap terbaik adalah dengan mengembalikan itu semua kepada Allah, sehingga setiap kejadian akan mendorong kita untuk semakin yakin akan kekuasaan Allah Ta’ala.
Dengan keyakinan yang kuat, maka setiap Muslim akan menjadi manusia-manusia seperti yang sabdakan Rasulullah :
“Sungguh menakjubkan keadaan orang Mukmin itu. Allah tidak menetapkan suatu keputusan baginya melainkan keputusan itu adalah baik baginya. Jika ditimpa kesusahan, ia bersabar, maka yang demikian itu lebih baik baginya. Jika mendapat kesesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu adalah lebih baik baginya. Dan hal tersebut tidak akan menjadi milik siapa pun kecuali orang Mukmin.” (HR. Bukhari Muslim).
Wallahu a'lam bissowab.
Komentar
Posting Komentar